Pemanfaatan Alat Peraga dalam Pembelajaran Pengenalan Bangun Geometri Sederhana di Kelas I SD
Oleh P. Sarjiman [PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta].
Abstract
This research was focused on: (1) using visual aids as a media of understanding simple geometrical shape at the first grade of the elementary school, (2) how the process of teaching/learning, and (3) how the students’ response towards the teaching/ learning.
To answer the problem was carried out a Classroom Action Research in the elementary school of Jelaban Sentolo. The subject of the research were the students of the first grade of that elementary school consisting of 31 students. Before the real action was carried out, there was a pre test, and the mean score as the result of the test was 43. The CAR consisted of 4 steps in each cycle, namely: (1) planning, (2) action , (3) observation, and (4) reflection. The data were collected by a test, observation and questionare. The data were analized by using qualitative descriptive.
This CAR was carried out in three cycles. In the first cycle, the teaching / learning was not in accordance with the hope, because the teacher had not given motivation and guidance to the discussion group well. The result of the test was only 50,4. The students’ response had not been good, and the students’ eagerness in the teaching learning had not been in accordance with the hope. So was the case of the second cycle; though the teaching /learning had been running well, the result of the test score was only 62. The observation result showed that the teacher had not fully been able to tackle the students. Many of them had not actively taken part in the teaching /learning process. In the third cycle, the result of the test had been higher compared with the stated criterion, the mean- score was 71. Most of the students took part in the discussion at each own group actively. They felt happy with the teaching /learning carried out. Besides, the teacher had been confidence in managing the run of the teaching learning.
Key words: Knowing, simple geometrical shape, the first grade of elementary
school.
Pendahuluan
Pembelajaran matematika masih menjadi masalah bagi sebagian besar anak Indonesia tak terkecuali siswa kelas 1 SDN Jelaban Sentolo. Hal tersebut membawa imbas juga pada kualitas pendidikan secara keseluruhan. Dalam hal ini tentu guru lah yang langsung bertanggung jawab sebab sebagai ujung tombak dan sekaligus yang berhadapan langsung dengan siswa SD.
Marsigit (1996:1) menyatakan, ahli-ahli pendidikan telah menyadari bahwa mutu pendidikan sangat tergantung kepada kualitas guru dan praktik pembelajarannya, sehingga peningkatan kualitas pembelajaran merupakan isu mendasar bagi peningkatan mutu pendidikan secara nasional. Untuk menunjang kualitas pendidikan, salah satu di antaranya perlu pembenahan dalam mata pelajaran Matematika, sebab mata pelajaran itu merupakan ilmu dasar penting yang bersifat universal. Khusus topik pembelajaran matematika tentang geometri sangat penting untuk dikuasai, sebab selain ilmu tersebut untuk bekal studi lebih lanjut, juga sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Orang menggunakan ilmu tersebut dari hal-hal yang sederhana seperti pengkonstruksian berbagai bentuk mebel, bahan bangunan dan membangunnya pemukiman itu sendiri sampai teknologi tinggi seperti space technology. Situasi pasca gempa yang telah melanda kota Yogyakarta dan sekitarnya, memerlukan ilmu geometri dalam recoverynya terutama dalam pengkonstruksian kembali bangunan-bangunan baik pemukimam maupun gedung pemerintah. Dengan demikian pembelajaran geometri sangat perlu disajikan dalam bentuk yang seefektif mungkian sehingga benar-benar berdampak pada pemahaman dan peningkatan penguasaan siswa dalam bidang geometri.
Namun demikian, kondisi ini belum tercipta di SD. N Jelaban, Sentolo, Kulonprogo. Pada waktu peneliti membimbing mahasiswa PPL di SD tersebut,mengamati bahwa tidak sedikit guru yang tidak memanfaatkan alat peraga sebagai media untuk memahamkan siswa dalam pembelajaran konsep matematika. Siswa selalu mengeluh dan mengalami kesulitan jika dihadapkan pada soal matematika khususnya materi bangun geometri serta sebagai akibanya prestasinya rendah, rata-rata nilai matematika belum pernah melebihi 6 pada rentang skor antara 0-10.
Perlu disadari bahwa keefektifan pembelajaran pengenalan bangun geometri sederhana sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam motivasi, menarik perhatian, dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Artinya, apabila siswa mempunyai motivasi rendah, perhatian , partisipasi aktif dan kemandirian belajar siswa kurang, pembelajaran pengenalan bangun geometri tidak akan bermakna lagi. Untuk menyiasatinya salah satu cara adalah memanfaatkan alat peraga untuk memahamkan siswa tentang konsep bangun geometri sederhana.
Sesuai dengan penelitian tindakan kelas yang berupaya melakukan kajian pada suatu objek yang berskala sempit tetapi urgensinya ingin memperbaiki kualitas pembelajaran, maka dalam penelitian ini, peneliti bermaksud melihat peranan alat peraga dalam meningkatkan pemahaman siswa tentang bangun geometri sederhana di kelas I SDN Jelaban Sentolo.
Mengacu kepada fakta-fakta seperti terurai di depan, dalam penelitian tindakan ini dirumuskan permasalahan penelitian seperti berikut ini. Apakah penggunaan alat peraga dalam pembelajaran Matematika khususnya pengenalan bangun geometri sederhana di SD dapat memotivasi siswa, mengaktifkan dan sekaligus meningkatkan prestasi belajar siswa? Sesuai dengan hakikat penelitian tindakan kelas yang bermaksud memperbaiki proses belajar mengajar, maka yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah: (1) memotivasi siswa agar dapat belajar lebih bergairah dengan pemanfaatan alat peraga; (2) mengaktifkan siswa baik mental maupun fisik dengan memanipulasi alat peraga sehingga pembelajaran lebih efektif; (3) meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran dirasa penting karena peserta didik dalam menerima pengalaman belajar atau mendalami materi-materi pelajarannya masih banyak memerlukan benda-benda, kejadian-kejadian yang sifatnya konkret, mudah diamati, langsung diamati, sehingga pengalaman-pengalaman tersebut akan lebih mudah dipahami, lebih mengesan dan daya ingatnya lebih tahan lama. Piaget (dalam Bower & Hilgard, 1981) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak usia Sekolah Dasar adalah dalam tahap operasional konkret. Sehubungan dengan itu, supaya pembelajaran berhasil dengan baik, sebaiknya guru mempergunakan media pembelajaran ( alat peraga ).
Alat peraga dan peragaan perlu mendasarkan pada realita budaya yang terjadi pada kehidupan anak setempat. Benda-benda sebagai ilustrasi konsep matematika didasarkan pada hasil budaya setempat. Dengan demikian, pemahaman siswa tentang konsep matematika tidak akan terlepas dari kehidupan nyata yang mereka hadapi sehari-hari. Selain siswa akan benar-benar paham tentang konsep yang dimaksud, mereka akan mampu berkreasi dalam mengaplikasikan konsep matematika pada kehidupan nyata. Menurut J. Bruner ( dalam Hudojo Herman, 1998), penjelasan konsep matematika dimulai dengan benda sesungguhnya (enactive), diteruskan dengan gambar benda (iconic), dan dilanjutkan dengan penggunaan simbol (symbolic). Para ahli dan praktisi sering melontarkan pendapatnya bahwa siswa Sekolah Dasar terutama kelas rendah akan lebih kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan pengetahuan yang mereka peroleh dalam kehidupan nyata. Terkait dengan hal ini, di USA muncul pendidikan matematika yang dikenal sebagai Mathematics in Contex dan di Belanda dikenal dengan Realistic Mathematic Education ( Sujadi R,1999/2000:100).
Sudjana (2000:100) mengatakan bahwa penggunaan media dalam proses pembelajaran mempunyai nilai: (1) dapat meletakan dasar-dasar untuk berpikir, (2) dapat memperbesar minat dan perhatian, (2) menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan, dan (3) membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna. Media peragaan yang baik yang ada dalam pembelajaran matematika dapat memperjelas konsep, sehingga dapat menarik perhatian siswa. .
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pembelajaran sesungguhnya cukup banyak. Faktor tersebut antara lain: (a) dari diri siswa itu sendiri, (b) guru (penguasaan materi, pemilihan metode mengajar yang tepat), (c) alat, maupun proses pembelajaran itu sendiri. Dalam proses pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran merupakan hal yang paling menentukan. Demikian pula tentang prestasi belajar mengenal bangun geometri sederhana, yang dicapai siswa tergantung pada alat peraga pembelajaran dan penguatan yang digunakan guru. Dalam hal ini pentingnya kemampuan guru untuk memilih dan mempergunakan alat peraga.
Berdasarkan kajian teori di atas, pada penelitian tindakan ini dapat dirumuskan hipotesis tindakan: prestasi belajar pada mata pelajaran Matematika khususnya mengenal bangun geometri sederhana dapat ditingkatkan dengan menggunakan alat peraga.
Metode Penelitian
Pemilihan sekolah sebagai setting penelitian dilakukan secara porpososif dan SDN Jelaban Sentolo khususnya kelas 1 sebagai pilihannya sebab SD tersebut yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran matematika pada materi geometri. Model penelitian tindakan kelas ini menggunakan model yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Tagart (1998:13). Prosedur dan langkah-langkah penelitian mengikuti prinsip dasar yang berlaku dalam penelitian tindakan. Desain penelitian tindakan terdiri dari empat komponen yang merupakan proses daur ulang (siklus) mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi, serta diikuti perencanaan ulang jika masih diperlukan. Guru sebagai pelaksana tindakan perlu mengerti pembelajaran pengenalan bangun geometri sesuai dengan karakteristik anak usia kelas I SD; oleh karena itu, ia harus memahami langkah-langkah pembelajaran dan pemanfaatan alat peraga dalam memahamkan anak tentang bangun geometri sederhana. Tes awal dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa tentang bangun geometri sederhana.
. Guru kelas mengelola jalannya pembelajaran , berinteraksi dengan siswa dan peneliti membantu jika benar-benar diperlukan. Dalam usaha ke arah perbaikan, perencanaan yang telah disusun bersifat fleksibel dan siap dilakukan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi di dalam proses pelaksanaan di lapangan.
Monitoring dilaksanakan dengan tujuan: (1) untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan dengan rencana tindakan; (2) untuk mengetahui seberapa pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung, dengan harapan akan menghasilkan perubahan sesuai yang diinginkan. Monitoring dilaksanakan oleh peneliti dan kepala sekolah serta ditambah guru piket. Teknik dan alat pemantauan menggunakan (a) teknik pengamatan partisipatif dengan menggunakan instrumen pengamatan untuk guru dan untuk siswa, (b) teknik interview bebas dengan guru dan siswa. (c) pemanfaatan data dokumen seperti daftar hadir, hasil karya dan tugas siswa.
Data kualitatif yang diperoleh selama monitoring, diadakan interpretasi dan diskusi untuk mendapatkan kesepakatan dan kesimpulan sebagai bahan perencanaan selanjutnya. Data kualitatif diperkuat dengan data kuantitatif hasil tes setelah tindakan dilaksanakan. Refleksi berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan koreksi dan validasi data. Refleksi dilaksanakan mulai dari tahap penemuan masalah, perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Daftar permasalahan yang muncul di lapangan selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk mengadakan perancanaan ulang. Perlu tidaknya tindakan lanjutan dilaksanakan, didasarkan pada data kualitatif dari hasil refleksi dan data kuantitatif yang merupakan tes hasil belajar. Penelitian dihentikan jika data kualitatif sudah menunjukkan baik (sesuai dengan harapan) dan data kuantitatif sudah mencapai rata-rata 7,0. Dalam penelitian tindakan ini , siswa kelas I SDN Jelaban Sentolo menjadi subjek penelitian, sebab siswa tersebut yang mengalami permasalahan dalam memahami konsep-konsep matematika khususnya bangun geometri sederhana. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan instrumen pemantau proses pembelajaran dan instrumen pemantau reaksi siswa selama pembelajaran. Di samping itu, data ditambah dengan interview secara insidental. Data yang terkumpul merupakan data kualitatif, sedangkan data kuantitatif dikumpulkan dengan instrumen tes hasil belajar. Data kuantitatif dianalisis dengan teknik statistik deskriptif, yaitu dengan mencari mean, nilai terendah dan nilai tertinggi. Data kualitatif dianalisis dengan teknik interpretatif disertai diskusi , serta rata-rata rating pendapat.
Hasil Penelitian
Sebelum dilaksanakan tindakan yang sesungguhnya, peneliti mengadakan tes awal, dengan instrumen tes yang telah disusun sebelumnya. Soal tes didasarkan pada GBPP, dan materi yang telah diberikan guru, sehingga memiliki validitas isi (content validity). Tingkat kemampuan kelas 1 dalam menyelesaikan soal – soal tentang pengenalan bangun geometri sederhana menunjukkan rata-rata (mean ) 43 pada rentang skor antara 0 sampai 100, dengan skor tertinggi 80 dan terendah 23. Sebagian besar dari mereka belum menguasai ciri-ciri bangun ruang.
Sebelum tindakan sebenarnya dimulai, guru sebagai pelaksana tindakan perlu menguasai metode pembelajaran pengenalan bangun geometri sederhana dengan peragaan benda konkret yang diteruskan semi konkret dan akhirnya bentuk abstrak. Sebelum tindakan yang sebenarnya dilaksanakan, terlebih dulu diadakan diskusi dengan guru dan diselipkan metode pembelajaran pengenalan bangun geometri sederhana dengan memanfaatkan alat peraga dengan nuansa kooperatif.
Setelah arahan dicapai dan guru kelas 1 mengerti dan memahami arahan dari peneliti, tentang langkah-langkah pembelajaran, rencana pelaksanaan pembelajaran adalah dua hari berikutnya. Pada tahap awal penyusunan rancangan tindakan, guru mendiskusikan isi rencana pembelajaran, yaitu tentang pokok bahasan, sub. pokok bahasan serta tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Kegiatan guru dan siswa juga dibahas dalam rancangan tersebut. Lembar kegiatan digunakan untuk memandu siswa dalam proses pembelajaran, berisi tentang (1) kegiatan yang dilaksanakan siswa dalam proses pembelajaran, (2) materi yang harus didiskusikan siswa dalam proses pembelajaran dan (3) materi yang harus dipecahkan dalam kelompok.
Perencanaan tindakan selalu disusun sewaktu akan melaksanakan tindakan. Pembelajaran direncanakan untuk menyajikan pengenalan bangun geometri sederhana dalam 1 kali pertemuan (2x 30 menit). Media yang digunakan pada kesempatan ini adalah : bentuk bangun datar dan bangun ruang yang terbuat dari kertas karton. Di samping itu, disediakan juga peragaan bangun-bangun tersebut terbuat dari plastik dan kayu serta kawat.
Pelaksanaan tindakan pada siklus 1 ini pada hakikatnya untuk menolong siswa mengenali ciri-ciri bangun geometri sederhana, yaitu: segitiga, segiempat, bola, kubus balok dan tabung. Pada awalnya guru bercerita dan menunjuk benda-benda yang telah dikenal siswa baik yang ada di dalam maupun di luar kelas terutama yang berbentuk segitiga, segiempat, bola, tabung dan kubus, sehingga siswa diharapkan benar-benar tertarik terhadap situasi pembelajaran. Hal itu pun dikaitkan pula dengan mainan anak-anak khususnya anak sebaya dengan siswa kelas 1. Setelah siswa kelihatan tertarik, mereka diperlihatkan alat peraga bangun datar segitiga dan segiempat yang terbuat dari plastik dan sebagian lagi terbuat dari kertas karton, serta terbuat dari kawat. Satu per satu guru menceritakan namanya untuk setiap bangun sambil menunjukkannya bangun tersebut. Guru menganggap bahwa siswa sudah memahami dan sekaligus mengenal bangun-bangun geometri yang ditunjukkan. Dengan asumsi demikian, selanjutnya, guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok. Lembar kerja siswa dikerjakan secara berkelompok, sehingga mereka mendiskusikan nama- nama gambar bangun yang diberikan. Setelah semua soal terjawab dan terpecahkan, guru langsung mencocokkannya pekerjaan siswa dengan menukar hasil pekerjaan tersebut antar kelompok. Terjadilah perdebatan dan diskusi di antara mereka dalam mempertahankan jawaban dari kelompoknya masing-masing. Sebagian besar dari mereka, saling mempertahankan pendapat kelompoknya masing-masing. Dengan tuntunan guru ke arah kebenaran nama-nama bangun geometri, akhirnya masing –masing kelompok mengakui bahwa yang benar memang benar dan yang salah memang seharusnya salah. Setelah guru menganggap siswa sudah menerima semua jawaban yang sudah ditentukan, akhirnya guru memberikan pekerjaan yang berupa tes akhir pembelajaran kepada siswa. Tes akhir tersebut dikerjakan secara individual untuk mengukur keberhasilan pada siklus pertama. Setelah waktu telah selesai, guru mengumpulkan pekerjaan siswa dan sekaligus menutup pelajaran. Hari berikutnya, setelah guru selesai mengoreksi pekerjaannya, peneliti bersama kepala sekolah, guru sebagai pelaksana pembelajaran, dan guru jaga sebagai pemonitor proses pembelajaran, sepakat untuk mengadakan pertemuan serta diskusi untuk merefleksi proses pembelajaran yang baru saja dilaksanakan. Berdasarkan data hasil tes yang baru saja dikoreksi guru, nilai rata-rata hasil tes akhir menunjukkan rata-rata baru 50,4. Di samping itu, hasil monitoring terhadap siswa menunjukkan bahwa motivasi siswa mempelajari pengenalan bangun geometri sederhana masih dalam kategori kurang. Masih banyak siswa yang belum berkonsentrasi dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa juga belum mendapat kesempatan untuk memahami ciri-ciri bangun yang dikaitkan dengan namanya. Belum kelihatan secara nyata siswa mampu memahami nama-nama bangun dengan ciri-ciri bangun yang tersedia khususnya bangun ruang dan bangun datar segiempat.
Hasil tes akhir menunjukkan capaian prestasi masih rendah. Guru masih kelihatan canggung dan belum sepenuhnya mampu mengendalikan kelas serta membimbing di dalam kelompok diskusi. Pengelolaan waktu pun juga belum sesuai dengan perencanaan. Pada waktu siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara kelompok dalam mengerjakan LKS, tidak sedikit siswa yang berdiskusi sendiri dan tidak mendiskusikan materi pembelajaran. Dari kenyataan yang dapat ditangkap, dan kesepakatan hasil diskusi, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya perencanaan pembelajaran ulangan. Dengan kata lain, siklus yang kedua masih perlu diadakan, dengan memperhatikan hal-hal seperti berikut ini.
1. Guru lebih terampil dalam membimbing siswa dan memanfaatkan alat peraga.
2. Guru lebih terampil di dalam mengelola kelas, terutama dalam memotivasi dan
mengaktifkan dalam bekerja secara kooperatif pada waktu mengerjakan LKS.
3. Guru perlu tegas dalam merespon reaksi dan tanggapan siswa.
4. Siswa perlu diberi ksempatan yang cukup untuk mengingat-ingat kaitan antara nama bangun geometri sederhana dan ciri-ciri bangun tersebut.
5. Hasil tes akhir diusahakan untuk ditingkatkan dengan memperhatikan ciri-ciri bangun datar segiempat dan bangun ruang yang belum dikuasai siswa.
Pelaksanaan siklus II adalah minggu berikutnya, tepatnya hari selasa, 9, Agustus 2005. Guru terlebih dahulu menyusun rencana pembelajaran baru, sebab pelaksanaan secara keseluruhan juga meliputi perencanaan, tindakan (action) yang diikuti dengan monitoring dan diakhiri dengan refleksi. Pada siklus II ini direncanakan masih menyajikan materi tentang pengenalan bangun geometri sederhana dengan menekankan materi yang belum sepenuhnya dikuasai siswa, terutama bangun ruang, yaitu tabung dan kubus. Seperti pada siklus I, waktu yang direncanakan adalah (2 x 30 menit) sesuai dengan yang disediakan dalam jadwal.
Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini merupakan usaha untuk membantu siswa di dalam memahami lebih mendalam tentang ciri-ciri bangun geometri sederhana dengan namanya. Dengan begitu, akhirnya diharapkan prestasi siswa menjadi semakin meningkat. Pada tahap apersepsi, siswa masih diajak berdiskusi tentang bangun datar segiempat yang telah dipelajari sebelumnya serta nama-nama bangun ruang yaitu kubus, bola dan tabung. Setelah mereka mengingat nama-nama bangun tersebut, dimulailah membentuk kelompok dengan tiap kelompok terdiri dari 6 orang anak, karena banyaknya siswa ada 32 orang. Berdasarkan pengalaman pada siklus1, guru lebih menekankan pada siswa untuk dapat memanipulasi alat peraga lebih intensif. Siswa dipersilahkan saling memegang dan menukar bangun datar tersebut. Setelah siswa cukup memegang-megang dan meraba-raba bangun-bangun datar tersebut, guru mengambil satu per satu sambil menyebutkan nama bangun datar tadi seraya mendemonstrasikan ciri-ciri yang ada pada bangun tersebut. Misalnya, pada waktu mengambil bangun jajargenjang, dia menunjukkan cirinya bahwa segiempat tersebut mempunyai dua pasang sisi yang sejajar. Setelah itu, guru membagikan bangun ruang, seperti halnya pada bangun datar, pada bangun ruang pun, siswa diberi kesempatan untuk memegang-megang dan meraba-raba serta membanding-bandingkannya terutama bangun yang sama tetapi terbuat dari bahan yang berbeda, masing-masing dari plastik dan dari kawat. Setelah dianggap cukup, guru mengambil satu persatu bangun ruang tersebut dan menyebutkan namanya serta saat itu pula guru menunjukkan ciri-ciri bangun yang disebutkan namanya tadi. Sewaktu siswa sudah tidak ada yang menanyakan dan mempersoalkan tentang nama dan ciri-ciri bangun sederhana, guru langsung membagikan LKS untuk dikerjakan di dalam kelompok. Seperti pada siklus 1, pada siklus 2 juga sering terjadi perdebatan seru di dalam menentukan jawaban dari persoalan-persoalan yang ada pada LKS. Waktu menunjukkan telah usai, sehingga guru meminta masing-masing kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya dan sekaligus mencocokkanya. Antara kelompok satu dan yang lainnya, terkadang berbeda jawabannya, sehingga pada waktu setiap kelompok melaporkan hasilnya, tidak jarang terjadi perdebatan antar kelompok, dan itulah merupakan suatu proses pembelajaran. Namun demikian, guru mampu mengarahkan ke jawaban yang benar dan disepakati bersama. Setelah dirasa tidak ada siswa yang mempersoalkan dan menanyakan tentang soal-soal yang ada di LKS, guru meminta siswa untuk duduk pada tempat duduknya masing-masing. Soal tes akhir tindakan langsung dibagikan kepada siswa dan siswa mengerjakannya secara individual. Karena waktunya segera habis, maka pekerjaaan siswa dikoreksi guru di rumah. Hasil tes yang dicapai dari tindakan ke dua ini, rata-ratanya adalah 62 dengan skor terendah 43 dan tertinggi 86 pada rentang skor antara 0 – 100. Hasil observasi tentang pengelolaan pembelajaran oleh guru dan respon siswa terhadap pembelajaran masih belum sesuai harapan dengan indikator sebagai berikut ini.
1. Guru belum sepenuhnya mampu mengendalikan siswa dalam proses pembelajaran.
2. .Masih banyak siswa yang tidak terlibat dalam menentukan jawaban sewaktu diskusi dan menyelesaikan soal-soal pada LKS.
3. Sebagian lagi ada yang aktif tetapi tidak mediskusikan materi tentang bangun geometri sederhana.
4. Walaupun sebagian siswa sudah tertarik dan bergairah di dalam mengikuti pembelajaran, namun masih ada juga beberapa siswa yang acuh saja atau berpura-pura aktif.
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa siswa belum bekerja sungguh sungguh dalam mengidentifikasi dan mengenali bangun geometri sederhana. Berdasarkan data hasil tes akhir tindakan, hasil obervasi baik proses pembelajaran maupun tingkah laku siswa serta dari hasil diskusi peneliti observer dan kepala sekolah, maka diambil kesimpulan bahwa masih perlu adanya perencanaan ulang untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi siswa.
Pada siklus 3 ini pada hakikatnya ditekankan pada materi yang belum dikuasai siswa. Bangun tersebut adalah kubus, silinder dan sebagian bangun datar segiempat, yaitu jajar genjang, layang-layang dan trapezium. Perencanaan dan langkah-langkah pembelajaran relatif sama dengan siklus 1 dan 2. Perbedaan yang mencolok adalah pada metode pembelajarannya. Kali ini guru langsung membagikan alat peraga yang sudah pernah dikenali siswa sebelumnya. Masing-masing kelompok diminta menyebutkan nama dari tiap-tiap bangun yang dibagikannya, satu per satu. Jika nama bangun tidak sesuai dengan bendanya, baru ditawarkan ke kelompok lain untuk membenarkannya, dan begitu seterusnya. Karena ada nuansa persaingan antarkelompok, maka masing-masing anggota kelompok tetap memperhatikan, pada waktu kelompok lain menyebutkan nama dan menunjukkan bangun yang dimaksud. Siklus ke tiga ini guru cenderung hanya mengecek apakah siswa sudah benar-benar paham nama bangun dengan ciri-cirinya atau belum. Setelah hampir seluruh siswa diminta untuk menunjukkan bangun tertentu dengan namanya, langsung guru memberi tugas LKS, karena dirasa siswa sudah menguasai materi pengenalan bangun geometri sederhana. Setelah dicocokkan, hampir seluruh kelompok mengerjakan benar untuk setiap soal. Setelah siswa dianggap menguasai materi, dan tidak ada lagi yang bertanya, serta siswa telah menduduki tempat duduknya masing-masing , guru membagikan soal tes hasil belajar dengan guru meminta siswa untuk mengerjakannya secara individual, tidak diperbolehkan bekerjasama dalam bentuk apa pun. Dengan demikian, para siswa kelihatan berkonsentrasi benar dalam mengejakan tes serta mereka mematuhi perintah guru, sehingga mereka benar-benar mengerjakannya sendiri. Di samping itu, sebagian besar dari mereka sudah memahami dan menguasai materi pembelajaran, sebab hanya merupakan materi ulangan. Sebelum waktu tes yang disediakan usai, sebagian besar dari mereka telah selesai mengerjakannya, sehingga guru berhasil mengumpulkan pekerjaan siswa 5 menit sebelum waktu yang telah ditentukan. Segera guru menutup pelajaran sambil memotivasi siswa supaya tetap belajar dan berlatih dengan lebih tekun. Sehari berikutnya, peneliti, guru kelas sebagai pelaksana pembelajaran, serta guru jaga sebagai pengamat sepakat untuk mengadakan pertemuan guna membahas pelaksanaan pembelajaran yang baru saja dilaksanakan. Masing-masing diharapkan menyiapkan data yang telah terkumpul baik data kuantitatif yang berupa hasil tes maupun data kualitatif yang merupakan hasil pengamatan dari para pengamat.
Dari hasil tes, observasi dan wawancara secara insidental, serta diskusi antara peneliti, kepala sekolah, guru pelaksana pembelajaran serta guru jaga, maka dapat disimpulkan hal-hal seperti berikut ini.
1. Hasil tes akhir sudah menunjukkan rata-rata sesuai dengan yang diharapkan, yaitu dengan rata-rata skor 71, pada rentang skor antara 0 – 100.
2. Hampir semua siswa pada kelompoknya masing-masing, sudah aktif berdiskusi tentang materi bangun datar segitiga dan segiempat serta bangun ruang sederhana.
3. Karena secara tidak langsung mereka dapat saling menerima dan memberi (take and gave) informasi dan pengetahuan, mereka sangat semangat dan antusias dalam berdiskusi.
4. Mereka merasa senang mampu menyebutkan nama bangun geometri tertentu yang diikuti dengan ciri-cirinya serta mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Guru sudah kelihatan mantap dalam mengelola dan mengendalikan jalannya pembelajaran.
Dengan pertimbangan data yang tersedia dan hasil diskusi antara peneliti, kepala sekolah dan guru jaga, diputuskan bahwa tidak perlu lagi diadakan perencanaan dan tindakan lanjutan.
Pembahasan
Sebelum melaksanakan pembelajaran sebagai wujud penelitian tindakan, diadakan tes awal untuk mengetahui kemampuan siswa tentang bangun-bangun geometri sederhana yang telah mereka pernah pelajari. Dari hasil tes awal ini diperoleh informasi bahwa siswa belum menguasai materi (belum benar-benar mengenal) nama-nama dan ciri-ciri dari masing-masing bangun geometri sederhana. Rata-rata hasil tes awal itu hanya 43, pada rentang skor antara 0-100. Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi bangun geometri sederhana ini, diduga kuat disebabkan oleh proses pembelajaran yang telah berlangsung selama ini. Seperti telah terditeksi oleh peneliti sebelumnya, proses pembelajaran selama ini adalah mengunakan system komando, di mana siswa kurang diberi kesempatan untuk mengenali sendiri ciri-ciri bangun yang dipelajari, dan mereka lebih banyak disuruh menghafal. Pembelajaran yang hanya dengan menghafal pada bidang studi matematika tidak akan tertanam pada memory siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Ausubel (Bell, 1978: 131) bahwa belajar hanya dengan menerima informasi tidak akan melibatkan mental siswa dalam berpikir dan tidak akan melahirkan penemuan. Siswa seharusnya dilibatkan untuk menginternalisasikan materi ke dalam struktur kognitifnya, sehingga suatu saat dapat mengungkapkan kembali dan menggunakannya. Jika hanya melalui hafalan, siswa tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh ke dalam struktur kognitifnya, sehingga informasi ini tidak dapat diendapkan dan hanya mengingat fakta-fakta yang sederhana ( Ausubel dalam Hudojo, 1988: 62).
Pada siklus 1 , langkah-langkah pembelajaran belum sesuai dengan rencana pembelajaran, di samping guru belum terampil dalam penyampaian pembelajaran, guru juga belum mampu memotivasi siswa dalam mengenal dan memberi nama sesuai dengan ciri-ciri bangun yang dimaksud. Pelaksanaan diskusi belum berjalan sesuai dengan harapan, sebab siswa belum termotivasi dengan baik. Jika siswa termotivasi untuk menguasai ciri-ciri bangun geometri sederhana beserta namanya, siswa akan memusatkan perhatiannya terhadap aspek yang relevan dalam pembelajaran. (Dahar, 1996: 174).
Pelaksanaan siklus ke dua sudah lebih bagus disbanding sikluis 1, walaupun masih juga ada siswa yang tidak berpartisipasi aktif di dalam pembelajaran serta tidak tahu yang harus diperbuat. Walaupun masih ada beberapa siswa yang berbincang-bincang dan bersenda gurau, namun secara keseluruhan pembelajaran sudah berjalan lebih baik. Hal tersebut karena siswa sudah memahami apa yang harus dikerjakan agar mereka dapat menguasai materi pembelajaran. Hasil tes akhir pun sudah menunjukkan peningkatan yang cukup siginifikan.
Pada siklus III, pelaksanaan kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan selain merupakan pengulangan pembelajaran, guru juga sudah benar-benar mengerti bagaimana ia bertindak sebagai perwujudan pelaksanaan pembelajaran dengan peragaan benda konkret.. Pada siklus ini, semua materi tak terkecuali bangun datar segiempat, dan bangun ruang silinder serta kubus sudah tidak lagi menjadi persoalan bagi tiap-tiap kelompok. Diskusi kelompok juga cukup hidup, walaupun siswa yang termasuk kategori kurang, tetap menangkap ciri-ciri bangun dan sekaligus namanya yang diperoleh dari temannya sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Vigotsky (Nur, 1998:7), bawa unsur kunci perubahan kognitif adalah penekanan pada hakikat sosial dalam belajar dan penguasaan kelompok sejawat untuk memodelkan cara berpikir yang sesuai dan saling mengemukakan serta menantang miskonsepsi di antara mereka sendiri.
Pembelajaran guru yang dimulai dari benda konkret ( benda sesungguhnya), menuju ke gambar (semi konkret) dan baru ke abstrak (menggunakan simbol ) sudah memenuhi asas belajar dari dari Bruner ( Orton, 1992: 49), yaitu inactive, iconic, symbolic.
Kesimpulan
Dari data yang terpapar, temuan penelitian yang telah terurai dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan seperti berikut ini.
1. Pembelajaran pengenalan bangun geometri sederhana dengan peragaan benda konkret mampu meningkatkan pemahaman dan sekaligus prestasi siswa tentang pengetahuan bangun geometri sederhana.
2. Pembelajaran pengenalan bangun geometri sederhana di SDN Jelaban Sentolo ini memiliki karakteristik seperti berikut ini.
Peneliti, bersama-sama guru kelas sebagai pelaksana pembelajaran menyediakan berbagai alat peraga untuk membantu siswa dalam mengenal bangun geometri sederhana. Siswa dibentuk di dalam kelompok-kelompok diskusi. Setiap kelompok terdiri dari berbagai macam kemampuan. Setiap kali siswa belum mampu memahami ciri bangun geometri tertentu guru berusaha menunjukkan dan menjelaskannya dengan berbagai macam cara.
Dengan metode penyajian alat peraga dalam pembelajaran yang disertai cooperatif learning di dalam kelompok, akhirnya guru berhasil membelajarkan siswa dalam mengenal bangun geometri sederhana dengan ciri-cirinya sendiri yang diikuti namanya.
Walaupun pada awal pembelajaran (siklus I) siswa dalam kelompok masih ada yang berdiskusi tentang permainan, sepak bola dan sebagainya, namun pada siklus II, membaik dan pada siklus III, mereka sudah serius berdiskusi tentang materi pembelajaran dan tidak ada lagi di antara mereka yang hanya bengong, melamun dengan tatapan kosong. Siswa merasa senang dan bergairah dalam mengikuti pembelajaran dengan penggunaan alat peraga.
Saran
1. Mengingat pembelajaran pengenalan geometri sederhana dapat dijelaskan dengan peragaan yang menghasilkan kualitas yang memuaskan, maka model pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif pembelajaran.
2. Model pembelajaran ini diperlukan guru yang inovatif dan kreatif dan guru yang telah melaksanakannya perlu mengimbaskan kepada guru lain.
Daftar Pustaka
Bell, F. H (1978). Teaching and Learning Mathematics in Secondary Schools. An Introduction to theory and Methods. Second Edition. Boston: Allyn and Bacond.
Bower, G.H & Hilgard. (1975). Theories of Leraning. New York. Mc. Graw. Hill.
Dahar, R.W.1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Hudojo, H. (1988). Pembelajaran Matematika menurut Pandangan Konstruktivistik. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Malang: PROGRAM PASCASARJANA IKIP Malang.
Hudojo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivistik. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional. Pendidikan Matematika Malang: PROGRAM PASCASARJANA IKIP MALANG.
Kemmis, S & Taggart, R. (1990). The Action Reseacrh Planner. Deakin University.
Biodata
P. Sarjiman, lahir di Sleman tahun 1954, lulus Sarjana (1980) pada jurusan Bahasa Inggris dari FKSS IKIP Yogyakarta. Tahun 1995, ia lulus Sarjana Pendidikan Matematika dari IKIP Malang dan tahun 1999 memperoleh Magister Pendidikan pada program studi PEP dari IKIP Yogyakarta. Pada tahun 2005, ia memperoleh Magister Pendidikan Matematika SD dari Universitas Negeri Malang.
No comments:
Post a Comment