Wednesday, January 29, 2014

Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi dalam Pembelajaran

Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi dalam Pembelajaran


Esensi kurikulum 2013 pada dasarnya pada SKL nya. Jika pada kurikulum sebelumnya selalu menekankan materi atau aspek pengetahuan atau kognitif, SKL pada kurikulum 2013 SKL nya terdiri dari 3 hal, yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sehingga istilah-istilah yang sering digunakan pada kurikulum sebelumnya, sesungguhnya tidak jauh berbeda. Salah satunya pengertian Eksplorasi, Elaborasi dan Konfemasi dalam proses belajar dan mengajar. Karenanya, ada baiknya mengingat kembali istilah-istilah tersebut.


Pengertian Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi Dalam Pembelajaran
Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi merupakan 3 istilah yang saat ini pernah “ngetrend” di kalangan para guru. Kala dihadapkan pada pertanyaan; “Apa sih pengertian dari ketiga istilah tersebut dan bagaimana penerapannya dalam kegiatan pembelajaran ?”, ternyata banyak para guru yang belum memahaminya. Hal ini disebabkan karena banyak para guru yang sama sekali belum menerima sosialisasinya. Sementara banyak guru yang sudah mendapat pelatihan namun tidak ada pelaksanaan pengimbasan kepada rekan-rekan guru di daerahnya masing-masing. Sehingga sampai kurikulum pun sebentar lagi akan berganti dengan kurikulum 2013, banyak para belum memahaminya.






Lalu bagaimana dengan pelaksanaan ketiga istilah tersebut di dalam kurikulum 2013? Masih adakah? Secara tersurat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, entahlah ! Tapi yang jelas implementasi dari ketiga istilah itu sebenarnya bukan hal baru. Bukankah setiap mengajar guru melaksanakan langkah-langkah pembelajarannya selalu tidak lepas dari yang namanya mengeksplorasi, mengelaborasi dan mengkonfirmasi? Oleh karena itu, apa pun namanya itu kurikulum, tetap secara sadar atau tidak, guru mestinya melakukannya. Namun tentu saja guru tidak akan dapat melaksanakannya dengan baik manakala belum paham apa itu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Berikut ini pengertian dan contoh-contoh secara normatifnya.

A. Definisi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ketiga istilah tersebut bermakna sebagai  berikut:

  1. Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. 
  2. Elaborasi adalah penggarapan secara tekun dan cermat. 
  3. Konfrimasi adalah pembenaran, penegasan, dan pengesahan

B.  Aplikasi ketiga istilah tersebut dalam rancangan dan proses pembelajaran. Pengaplikasian ketiga istilah tersebut dalam rancangan dan proses pembelajaran adalah sebagai berikut :

Eksplorasi :

Dalam kegiatan eksplorasi, guru melibatkan peserta didik dalam mencari dan menghimpun informasi, menggunakan media untuk memperkaya pengalaman mengelola informasi, memfasilitasi peserta didik berinteraksi sehingga peserta didik aktif, mendorong peserta didik mengamati berbagai gejala, menangkap tanda-tanda yang membedakan dengan gejala pada peristiwa lain, mengamati objek di lapangan dan labolatorium.

Kegiatan guru dan peserta didik dalam siklus ekplorasi adalah

Peserta didik :

  • menggali informasi dengan membaca, berdikusi, atau percobaan
  • mengumpulkan dan mengolah data



Guru :

  • menggunakan berbagai pendekatan dan media
  • memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, dan peserta didik dengan sumber belajar
  • melibatkan peserta didik secara aktif



Elaborasi

Dalarn kegiatan elaborasi, guru mendorong peserta didik membaca dan menuliskan hasil eksplorasi, mendiskusikan, mendengar pendapat, untuk lebih mendalami sesuatu, menganalisis kekuatan atau kelemahan argumen, mendalami pengetahuan tentang sesuatu, membangun kesepakatan melalui kegiatan kooperatif dan kolaborasi, membiasakan peserta didik membaca dan menulis, menguji prediksi atau hipotesis, menyimpulkan bersama, dan menyusun laporan atau tulisan, menyajikan hasil belajar.

Kegiatan guru dan peserta didik dalam siklus elaborasi adalah

Peserta didik :

  • melaporkan hasil eksplorasi secara lisan atau tertulis, baik secara individu maupun kelompok
  • menanggapi laporan atau pendapat teman
  • mengajukan argumentasi dengan santun



Guru :

  • memfasilitasi peserta didik untuk berpikir kritis, menganalisis, meemcahkan masalah,
  • bertindak tanpa rasa takut
  • memfasilitasi peserta didik untuk berkompetisi

Konfirmasi :

Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik terhadap apa yang dihasilkan peserta didik melalui pengalaman belajar, memberikan apresiasi terhadap kekuatan dan kelemahan hasil belajar dengan menggunakan teori yang dikuasai guru, menambah informasi yang seharusnya dikuasai peserta didik, mendorong peserta didik untuk menggunakan pengetahuan lebih lanjut dari sumber yang terpercaya untuk lebih menguatkan penguasaan kompetensi belajar agar lebih bermakna. Setelah memeperoleh keyakinan, maka peserta didik mengerjakan tugas-tugas untuk mengasilkan produk belajar yang kongkrit dan kontekstual. Guru membantu peserta didik menyelesaikan masalah dan menerapkan ilmu dalam aktivitas yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan guru dan peserta didik dalam siklus konfirmasi

Peserta didik :

  • melakukan refleksi terhadap pengalaman belajarnya


Guru :

  • memberi umpan balik positif kepada peserta didik
  • memberi konfirmasi melalui berbagai sumber terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi
  • berperan sebagai narasumber dan fasilitator
  • memberi acuan agar peserta didik melakukan pengecekan hasil ekplorasi
  • memberi motivasi kepada peserta didik
Demikian, gunakan inspirasi Anda untuk menginspirasi siswa, itu yang terpenting !



Sumber: http://baktimu.blogspot.com


Monday, January 27, 2014

Metode Inkuiri dalam Pembelajaran

Metode Inkuiri dalam Pembelajaran


Penerapan kurikulum 2013 mengharuskan seorang guru mengeksplor kembali apa yang dimilikiya. Berbagai metode dan model dalam pembelajaran dituntut untuk dikuasai sehingga dengan proses pembelajaran yang variatif diharapkan situasi belajar menjadi lebih  menyenangkan.
Salah satu metode yang dianjurkan untuk digunakan dalam pembelajaran adalah metode Inkuiri. Metode inkuiri atau discovery learning adalah teori belajar yang tidak menyajikan pelajaran dalam bentuk final sehingga siswa menggorganisasikan proses belajarnya sendiri. Siswa mencari tahu sendiri.  Dalam proses belajar siswa mencari tahu tentang konsep atau prinsip yang tidak diketahui sebelumnya. Masalah dalam discovery  dapat direkayasa oleh guru.
Dalam pelaksanaan pembelajaran  guru membimbing siswa agar aktif mengembangkan kegiatan belajar yang mengarah pada pencapain tujuan. Yang perlu diperhatikan di sini adalah siswa harus aktif mengembangkan kemampuannya untuk memecahkan malalah. Oleh karena itu, perlu diperhatikan pula agar materi pelajaran tidak disajikan dalam bentuk yang tinggal siswa serap. Aktivitas yang dapat siswa lakukan dala proses belajar adalah menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan, dan menyimpulkan.
Manfaat penerapan metode inkuiri:
  • Membantu siswa mengembangkan kemterampilan kognitif secara mandiri.
  • Menguatkan  pemahaman tentang pengertian dan daya ingat.
  • Membangkitkan rasa senang menyelidiki.
  • Memperoleh pengalaman bagaimana caranya belajar.
  • Menguatkan konsep diri dengan mengembangkan rasa percaya diri.
  • Mendorong pertumbuhan keterampilan berpikir kritis.
  • Meningkatkan kemampuan berpikir intuitif.
  • Meningkatkan rasa ingin tahu.
  • Meningkatkan penghargaan kepada siswa untuk lebih mandiri.
  • Mengembangkan potensi diri secara optimal.
Kelemahan penerapan metode inkuiri:
  • Siswa yang memiliki potensi diri yang rendah akan menghadapi masalah dalam proses belajar.
  • Mendapat tantangan untuk berpikir abstrak, menghubungkan antar konsep, bernalar dapt berubah menjadi faktor penghambat berkembangnya rasa ingin tahu.
  • Memfasilitasi siswa menemukan teori, prinsip-prinsip, atau memecahkan masalah memerlukan banyak waktu.
  • Mendapat hambatan karena guru selalu terdorong untuk memberi tahu bukan siswa mencari tahu.
  • Siswa memiliki  peluang besar dalam mengembangkan kompetensi kognitif, namun guru dapat terlena sehingga mengabaikan pengembang sikap dan keterampilan.
  • Guru sering kurang sabar saat siswa memerlukan waktu banyak untuk menyusun pikiran sehingga guru terdorong membantu siswa untuk menemukan hal baru.
Langkah pelaksanaan pembelajaran:
A.   Persiapan
  1. Menentukan tujuan pembelajaran
  2. Mengidentifikasi bekal awal, minat, bakat siswa.
  3. Menentukan materi pelajaran
  4. Mengembangkan materi  berupa bahan yang akan diobservasi atau sumber belajar pendukung
  5. Merumuskan rancangan penilaian proses dan hasil
B.   Pelaksanaan
  1. Pemberian rangsangan, siswa mengembangkan kesadaran tentang ketidakhuan tentang sesuatu setelah mengamati, membaca, atau mencoba sesuatu.
  2. Identifikasi masalah; siswa menyatakan atau merumukan masalah dari ketidaktahuan siswa untuk menggali hal  yang ingin siswa ketahui.
  3. Pengumpulan Data; siswa mengeksplorasi dan mengelaborasi informasi, menghimpun data untuk memecahkan masalah.
  4. Pengolahan data;  siswa mengolah informasi yang telah dihimpunnya melalui kegiatan wawancaran,  observasi, membaca, dan selanjutnya dianalisis,  diklasifikasi, ditabulasi untuk ditafsirkan.
  5. Verifikasi (Pembuktian);  siswa mengkonfirmasi atau memeriksa ulang  kebenaran informasi atau data yang diolahnya untuk membuktikan kebenaran hipotensis . Siswa mendapat peluang untuk menemukan konsep, teori, aturan, dan contoh-contoh.
  6. Generalisisi (menarik Kesimpulan); siswa menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prisip umum
C.  Penilaian
Penilaian  dapat dilakukan dalam bentuk tes dan nontes..




Sumber: http://baktimu.blogspot.com


Saturday, January 25, 2014

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Devision)

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Devision)



Pembelajaranmerupakan suatu proses yang sistematis yang mengisyaratkan adanya orang yang mengajar dan belajar dengan didukung oleh komponen lainnya, seperti kurikulum, dan fasilitas belajar mengajar. Dalam proses tersebut, terdapat kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode atau pendekatan untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.



Hamalik (2003: 57) mengemukakan: 
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material meliputi: buku-buku, papan tulis, kapur, audio. Fasilitas dan perlengkapan berupa: ruangan kelas, perlengkapan, dan prosedur meliputi: jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya.

Rohani dan Ahmadi (1995: 64) menyatakan bahwa: 
Pembelajaran adalah totalitas aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan diakhiri dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pembelajaran sebagai kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pembelajaran, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dan sebagainya.

Berdasarkan pendapat sebelumnya, maka pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis yang diawali dengan persiapan mengajar (prainstruksional), proses pembelajaran (instruksional) dan diakhiri penilaian atau evaluasi. Kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi bukan berarti hanya guru yang aktif sedang murid pasif. Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama menjadi subjek pembelajaran agar proses pembelajaan dapat berlangsung optimal dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Salah satu pendekatan pembelajaran di sekolah adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berorientasi pada kegiatan kerjasama antara siswa dalam bentuk kelompok sehingga siswa dapat belajar bersama dalam suasana kelompok.

Lie (1999: 28) mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif atau gotong royong adalah kegiatan pembelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa di kelas”. Nasution (2004: 146) mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran gotong royong atau kerjasama dalam kelas”. Sementara Sanjaya (2006: 239) mengemukakan “pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”.

Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan guru di sekolah sesuai dengan tuntutan materi pelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa dalam kelas dalam melakukan kerja kelompok. Penekanan pendekatan ini adalah mengaktifkan siswa dalam pembelajaran melalui kerjasama antar siswa dalam suasana belajar berkelompok.

Roestiyah (1998: 15) mengemukakan “kerja kelompok adalah kelompok siswa yang terdiri atas 5 atau 7 siswa, bekerja bersama dalam memecahkan masalah, atau melaksanakan tugas tertentu, dan berusaha mencapai tujuan pembelajaran”. Thabrany (1993: 96) mengemukakan kerja kelompok sebagai “kerja berkelompok yang anggotanya antara 3, 5, atau 7 orang”.

Lie (1999: 30) mengemukakan unsur-unsur pembelajaran kooperatif, yaitu: “1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan, 3) tatap muka,    4) komunikasi antar anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok”. Kelima unsur model pembelajaran kooperatif tersebut diuraikan sebagai berikut:

1)  Saling tergantungan positif
Keberhasilan kelompok dalam belajar sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya dalam melakukan kerjasama dalam kelompok belajar. Kelompok belajar atau kelompok kerja harus kompak dalam belajar dan tidak ada anggota kelompok yang memandang dirinya lebih pintar dari anggota kelompoknya dan menanggap bahwa anggota kelompoknya bodoh dan tidak bisa diajak untuk berdiskusi atau belajar bersama.

2)  Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. Oleh karena itu, guru harus memiliki kesiapan dalam menyusun tugas belajar dan memberikannya kepada siswa sehingga setiap siswa  memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi secara aktif dalam kelompoknya masing-masing.

3)  Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan kesempatan kepada siswa sebagai anggota kelompok untuk bekerjasama. Hasil pemikiran dari satu orang akan dapat menjadi milik bersama dalam kelompok yang memungkinkan setiap anggota kelompok memiliki kemampuan sama dalam penguasaan suatu materi pelajaran.

4)  Komunikasi antar anggota
siswa dalam suatu kelompok tidak selalu memiliki keahlian atau kemampuan dalam berkomunikasi. Keberhasilan kelompok bergantung pada kesediaan anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka, sehingga keterampilan berkomunikasi sangat perlu diperhatikan setiap anggota kelompok.

5)  Evaluasi proses kelompok
Guru harus menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar dapat menilai kualitas kerjasama dan hasil kerja kelompok sekaligus dapat menjadi masukan dalam kegiatan pembelajaran berikutnya.

Salah satu tipe pembelajaran dalam pendekatan pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD. STAD atau Tim Siswa-Kelompok Prestasi yaitu jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam STAD, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 3-6 orang, dan setiap kelompok harus heterogen. Guru menyajikan pelajaran dan siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan seluruh  anggota  tim  telah  menguasai pelajaran. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dan mereka tidak boleh saling membantu mengerjakan kuis.

Skor siswa dibandingkan dengan rata-rata skor mereka yang lalu, dan skor diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasinya yang lalu. Skor tiap anggota dijumlah untuk mendapatkan skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu  diberi sertifikat atau penghargaan sebagai suatu bentuk penguatan.
Menurut Ibrahim (2000: 57) bahwa prosedur penyekoran untuk STAD yaitu: 
Langkah 1 (menetapkan skor dasar), setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor-skor kuis yang lalu.
Langkah 2 (menghitung skor kuis terkini), siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan denga pelajaran terkini.
Langkah 3 (menghitung skor perkembangan), siswa mendapatkan poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka dengan menggunakan skala yang diberikan di bawah ini.
Lebih dari 100 poin di bawah skor dasar …………………………….. 0 poin
10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah skor dasar ………. 10 poin
Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar …………………….. 20 poin
Lebih dari 10 poin di atas skor dasar ………………………………..… 30 poin
Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) ….. 30 poin

Besar poin yang disumbangkan setiap siswa pada timnya ditentukan oleh berapa skor siswa melampaui rata-rta skor kuis siswa itu sendiri di waktu lampau. siswa dengan pekerjaan sempurna mendapatkan poin perkembangan maksimum, tanpa memperhatikan poin dasar mereka. Sistem perkembangan individual ini memberikan setiap siswa suatu kesempatan baik untuk menyumbang poin maksimum kepada tim jika (dan hanya jika) siswa itu melakukan yang terbaik, sehingga menunjukkan peningkatan perkembangan subtansial atau mencapai pekerjaan sempurna. Dalam penilaian, tidak ada sistem penskoran khusus untuk pendekatan investigasi kelompok. Laporan atau presentasi kelompok digunakan sebagai salah satu dasar untuk evaluasi dan siswa hendaknya diberikan penghargaan untuk dua-duanya yaitu sumbangan individual dan hasil kolektif dalam suatu kelompok siswa.

Dalam tahap awal pembelajaran, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, dan setiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 orang dengan kelompok yang bersifat heterogen (baik jenis kelamin maupun kemampuan akademik). Setiap  anggota kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antara sesama anggota kelompok. Secara priodik dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui tingkat penguasaan mereka terhadap bahan pelajaran.

Kata Kunci :

pembelajaran kooperatif tipe STAD,model pembelajaran kooperatif tipe stad,model pembelajaran stad,pengertian stad,model pembelajaran tipe stad,kooperatif stad,pembelajaran model stad,pengertian metode stad,pengertian model pembelajaran kooperatif tipe stad,pengertian model STAD.






Wednesday, January 22, 2014

Komunikasi dalam Pembelajaran

Komunikasi dalam Pembelajaran



Sebagai seorang guru komunikasi menjadi hal yang tidak bisa dielakkan. Baik komunikasi dengan sesama guru maupun komunikasi dengan siswa. Keberhasilam dalam berkomunikasi ini akan membawa keberhasilan dalam pembelajaran. Beberapa jenis komunikasi ini perlu diperhatikan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. 

Komunikasi efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami pesan yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan umpan balik yang sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan tidak selalu berupa persetujuan. Komunikan dapat saja memberikan umpan balik berupa ketidaksetujuan terhadap pesan, yang terpenting adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh komunikan dan komunikator memeroleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya telah dimengerti oleh komunikan. Sebagai contoh, auditor meminta data anggaran kepada auditan. Auditan mengerti permintaan auditor, tetapi menolak memberikan data tersebut, maka komunikasi yang terjadi telah efektif. Komunikasi tersebut efektif, meskipun umpan balik tidak sesuai keinginan auditor, karena pesan telah dimengerti dengan benar dan diberikan umpan balik. 
Agar komunikasi efektif terjadi terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a.    Keselarasan elemen-elemen komunikasi dengan pesan. Elemen-elemen komunikasi harus mendukung isi pesan.Elemen-elemen komunikasi tersebut adalah komunikator,  encoding, saluran,  decoding, dan komunikannya. Komunikasi akan efektif jika terdapat keselarasan isi pesan dengan elemen-elemen lain dari proses komunikasi.

b.    Minimalisasi hambatan komunikasi. Komunikasi akan efektif jika hambatan berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat terjadi pada tiap elemen komunikasi termasuk pada situasi komunikasi

Berikut ini ilustrasi ketika keselarasan elemen-elemen komunikasi tidak diperhatikan yang mendorong komunikasi menjadi tidak efektif.

Seorang auditor memerlukan data anggaran belanja suatu kantor. Untuk itu, dia meminta seorang petugas kebersihan kantor tersebut untuk meminta data anggaran belanja ke bagian keuangan. Maka, petugas kebersihan tersebut mendatangi salah seorang staf keuangan, dan meminta anggaran belanja. Kemudian, petugas kebersihan kembali ke tempat auditor dan menyerahkan anggaran belanja kepada si auditor. Ketika anggaran tersebut dibaca oleh auditor, maka yang terbaca oleh auditor adalah daftar rencana belanja alat-alat dan bahan-bahan kebersihan satu tahun mendatang. Komunikasi ini tidak efektif karena staf keuangan sebagai komunikan tidak memahami pesan dengan benar. Hal ini disebabkan ketidakselarasan elemen komunikator, yaitu petugas kebersihan, dengan isi pesan.

2.    Komunikasi Empatik 

Komunikasi empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling pengertian antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan interaksi yang membuat satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya. Sebagai contoh, auditor meminta kerjasama dari auditan berupa penyediaan data secara lengkap. Setelah berkomunikasi, akhirnya auditan memahami kebutuhan auditor dan mengerti bahwa tanpa bantuannya, maka auditor akan mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas. Dalam kondisi ini, auditan telah berempati terhadap kebutuhan auditor. 
Komunikasi empatik bisa dipahami dari kata empati. Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada saat tertentu, dari sudut pandang dan perspektif orang lain tersebut. Jadi komunikasi empatik dapat menjadi sarana untuk menjalin saling pengertian antara dua pihak. Berkaitan dengan audit, komunikasi empatik dapat dijadikan sarana untuk menghapus salah persepsi auditan atas tujuan audit. Auditan sering mempersepsikan pekerjaan audit sebagai pekerjaan cari-cari kesalahan. Jika auditor berhasil mengembangkan komunikasi empatik, maka diharapkan auditan dapat memahami bahwa tujuan utama dari audit adalah agar auditan dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara lebih efektif. 

Agar komunikasi empatik tercipta, maka komunikator harus memperlihatkan:

a.  Ketertarikan terhadap sudut pandang komunikan. Sikap ini akan mendorong komunikan untuk lebih terbuka.

b.    Sikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan. Banyak informasi yang didapat jika komunikator bersabar untuk memeroleh penjelasan detail dari sudut pandang komunikan. Jika informasi yang diperoleh telah cukup dan komunikan hanya berputar-putar menjelaskan hal yang sama, maka komunikator perlu menyampaikan kembali pengertian yang telah didapatnya dan menarik perhatian komunikan pada masalah berikutnya.

c.  Sikap tenang, meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat. Beberapa sudut pandang bersifat sangat pribadi, sehingga saat mengungkapkannya keterlibatan emosi tidak dapat dihindari. Sebagai contoh, komunikan mengungkapkan kemarahannya saat menceritakan ketidaksetujuannya terhadap suatu keputusan rapat.

d.    Bersikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan. Untuk dapat memahami sudut pandang orang lain, kita hindari sikap evaluatif. Sikap evaluatif dapat membuat komunikan menyeleksi hal-hal yang perlu disampaikan dan tidak, dengan pertimbangan apakah sudut pandangnya akan diterima atau tidak, disetujui atau tidak, oleh komunikator.

Jika ini terjadi, maka kita tidak dapat mengerti sudut pandang komunikan dengan benar. Sikap evaluatif diperlukan ketika komunikan mendesak komunikator untuk menilai pandangan komunikan.

e.   Sikap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran. Sikap ini memperlihatkan adanya dukungan atau bantuan yang bisa diharapkan komunikan dari komunikator. Pemberian dukungan dan bantuan akan mengembangkan empati pada diri auditan, kesiapan untuk membalas dukungan dan bantuan yang diterimanya.

f.     Sikap penuh pengertian. Sebagai contoh, komunikan mendesak untuk memperoleh persetujuan dari komunikator atas sudut pandangnya. Komunikator tidak setuju. Komunikator cukup menyatakan bahwa dia dapat mengerti sudut pandang tersebut, tidak perlu menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya. 

3.    Komunikasi Persuasif.


Komunikasi persuasif dapat dilihat sebagai derajat interaksi yang lebih tinggi dibanding komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif bertujuan untuk membuat komunikan memberikan umpan balik sesuai keinginan komunikator. Pengertian persuasif sendiri adalah perubahan sikap akibat paparan informasi dari pihak lain. Dalam audit, komunikasi persuasif banyak digunakan, mulai dari permintaan kesediaan auditan untuk membantu kelancaran audit, hingga mendorong auditan untuk melaksanakan rekomendasi audit.

Agar komunikasi persuasif terjadi, maka komunikator perlu mengembangkan komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi persuasif dapat dikembangkan melalui:

a.    Kejelasan penyampaian pesan. Agar pesan dapat tersampaikan dengan jelas, maka perlu memerhatikan keselarasan elemen-elemen komunikasi dan meminimalkan hambatan komunikasi.

b.    Pemahaman sudut pandang dan keinginan komunikan. Komunikator dapat meminta komunikan melakukan sesuatu sesuai keinginan komunikator, hanya jika, komunikan melihat bahwa tindakan tersebut sesuai dengan keinginan si komunikan sendiri. Untuk mengetahui sudut pandang komunikan dan keinginan auditan, komunikasi empatik dapat dilaksanakan terlebih dahulu, sebelum meningkatkannya menjadi komunikasi persuasif.

Dari uraian tentang komunikasi persuasif, kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa syarat komunikasi persuasif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan empatik. Komunikasi-komunikasi ini dapat dikembangkan jika auditor memiliki keterampilan untuk menyusun dan menyampaikan pesan dalam kode verbal dan nonverbal, serta keterampilan mendengarkan.



Sumber: http://baktimu.blogspot.com